Sabtu, 26 Juni 2010

Askep Hiperparatyroidektomy

I. PENGERTIAN
Hopoparatyroidisme adalah hiposekresi kelenjar paratyroid yang menimbulkan syndroma berlawanan dengan hiperparatyroid, konsentrasi kalsium rendah tetapi phosfatnya tinggi dan bisa menimbulkan tetani akibat dari pengangkatan atau kerusakan kelenjar paratyroid (Tjahjono, 1996)

II. ETIOLOGI
1. Pengangkatan kelenjar paratyroid akibat pengangkatan tyroidektomi.
2. Terjadi sumbatan pada kelenjar tyroid akibat dari peredaran darah yang tidak adekuat.

III. PATOFISIOLOGI
Hipoparatyroidisme (rendahnya kadar PTH) merupakan kelainan metabolik yang ditandai dengan hipokalsemia, yang secara klinik akan mengakibatkan tetani. Dalam keadaan normal, kadar kalsum dalam plasma adalah 2,3 – 2,6 mmol. Hiperkalsemia sampai 3.00 mmol/l, masih belum menimbulkan gejala. Demikian pula hipokalsemia derajat ringan (kalsium turun sampai 2.00 mmol/l ) masih belum menimbulkan gejala. Terdapat 2 tanda klink utama untuk mendeteksi terdapatnya tetani, yaitu tanda chvostek dan tanda trousseau.

Penyebab umum adalah ikut terangkatnya kelenjar paratyrod pada saat tyroidektomi (angkanya berkisar 0 – 25 %). Penyebab lannya adalah ideopatik. Pemberian tera radioyodin terdapat kelainan kelenjar tyroid sering berpengaruh pula terhadap rendahnya hormon PTH.

Hipoparatyroidisme merupakan kelainan metabolik dengan gejala klink yang nyata, tetapi perubahan morfologik yang minimal. Terdapat abnormalitas biokimia (hipokalsemia dan hiperfosfatemia) dengan manifestasi klinik yang sangat luas. Yang menonjol adalah tetani, konvulsi, laringospasme (dapat menimbulkan anoksia yang fatal). Hipokalsemia akan merangsang timbulnya manifestasi neuromuskuler, yaitu paraestesia dan kejang. Iritabilitas neuomuskuler ini dapat diperiksa dengan memeriksa ada tidaknya tanda chvostek (chvostek's sign). Disamping itu terdapat barbagai abnormaitas sistem saraf lainnya.

IV. PATHWAY POST HIPOPARATYROIDISME

Download Pathway post hipoparatyroidektomy

V. MANIFESTAS KLINIK

1. Konsentrasi kadar kalsium dalam darah menurun.
2. Peningkatan serum fosfat dalam darah
3. Peningkatan iritabilitas neromuskuler
4. Nyeri otot
5. Gemetar/tremor
6. Lethargi
7. Laringospasme
8. Aritmia
9. Kulit kering dan kuku mudah rusak
10. Munculnya Chvostek's sign ( kejang otot wajah, hiperiritabilitas pada saraf wajah)
11. Munculnya tanda trousseau's (kejang jari dan telapak tangan)
12. Dari hasil pemeriksaan mata : tanda-tanda katarak.

VI. PENATALAKSANAAN MEDIS

1. Memperbaiki konsentrasi serum kalsium
2. Pencegahan terjadinya kejang
3. Pengawasan terjadinya kejang laring (Laringospasme) dan obstruksi jalan nafas.

VII. PEMERIKSAAN PENUNJANG

1. Laboratorium
o Serum T3 T4
o Elekrolit darah
o Fosfat alkali
o Pemeriksaan fungsi hepar
o Ureum kreatinin
o Katekolamin serum.
2. EKG

VIII. PENATALAKSANAAN KEPERAWATAN

PENGKAJIAN

1. Neurologis : Paraestesia, kesemutan, tremor, peka rangsang, kejang, adanya tanda Chvostek's/trousseou's, perubahan tingkat kesadaran.
2. Muskoleskeletal : kekakuan dan kelelahan
3. Kardiovaskuler : sianosis, palpitasi dan disritmia jantung
4. Pernafasan : suara serak, stridor, edema laring
5. Gastrointestinal : mual dan muntah
6. Integumen : Kulit kering dan kuku keras/ kuku rapuh

IX. DIAGNOSA KEPERAWATAN YANG MUNGKIN MUNCUL

1. Jalan nafas tidak efektif berhubungan dengan spasme/edema laring
o Tujuan : jalan nafas klien efektif
o Kriteria hasil : suara nafas bersih, tidak apnoe, sputum dapat keluar dengan bak
o Intervensi :
 Kaji kecepatan dan kedalaman pernafasan, catat penggunaan alat bantu pernafasan saat klien bernafas.
 Auskultasi suara nafas dan catat bila ada buny tambahan (krekles, ronchi dan wheezing)
 Beri posisi tidur semi fowler
 Lakukan sap lendir secara oral atau nasotrakeal bila ada indikasi
 Kerja sama dengan tim kesehatan lain untuk :
 Pemberian oksigen sesuai dengan program
 Pemberian bronkodilator
 Pemberian cairan parental
2. Resiko cidera berhubungan dengan kejang akibat hipokalsemia :
o Tujuan : Klien terhindar dari cidera
o Kriteria hasil :
 Klien tidak cidera akibat rangsangan kejang
 Hasil elektrolit (khususnya kalsium pada batas normal)
 Klien tenang tidak kejang
o Intervensi :
 Tempatkan klien pada tempat tidur yang menggunakan pengaman dan di ruangan yang aman dan nyaman.
 Catat : waktu terjadinya kejang, lamanya, bagian tubuh yang kejang, dan gejala-gejala lain yang timbul selama kejang.
 Observas tanda-tanda vital setelah klien kejang
 Sediakan dekat tempat tidur klien spatel lidah dan gudel untuk mencegah lidah ke belakang apabila terjadi kejang.
 Observasi kadar elektrollit
 Observasi adanya depresi pernafasan dan gangguan irama jantung
 Kerja sama dengan tim kesehatan lain untuk :
 Pemberian anti konvulsi
 Pemberian obat untuk meningkatkan kalsium
 Pemberian Oksigen
3. Resiko tinggi terjadi infeksi berhubungan dengan adanya luka pembedahan dan pemasangan alat-alat medis
o Tujuan : Klien terhindar dari infeksi
o Kriteria hasil :
 Suhu tubuh normal
 Hasil pemeriksaan leukosit pada batas normal
 Luka bersih dan kering, tidak menunjukkan tanda-tanda infeksi.
o Intervensi :
 Rawat luka operasi, drain, kateter dan infus secara steril
 Ukur tanda-tanda vital, observasi adanya peningkatan suhu
 Batasi pengunjung untuk mencegah infeksi silang
 Anjurkan pengunjung untuk menggunakan pakaian khusus saat berkunjung
 Observas keadaan luka dan tanda-tanda adanya infeksi
 Kerja sama dengan tim kesehatan lain untuk :
 Pemeriksaan darah lengkap
 Pemberian antibotika.
4. Gangguan komunikasi verbal berhubungan dengan trauma pita suara akibat operasi paratyroid
o Tujuan : Klien dapat berkomunikasi verbal secara bertahab.
o Kriteria hasil :
 Klien dapat mengekspresikan perasaannya dan kebutuhannya dengan tulisan atau bahasa isyarat.
 Klien dapat memahami apa yang dijelaskan oleh perawat
 Kebutuhan klien dapat terpenuhi
o Inervensi :
 Bicara pelan-pelan dan jelas saat berkomunikasi dengan klien
 Tunjukkan rasa empati dan sabar saat berkomunikasi dengan klien
 Sediakan alat bantu tulisan abjad atau kertas dan alat tulis untuk berkomunikasi dengan klien
 Gunakan bahasa isyarat saat berkomunikasi dengan klien
 Upayakan agar perawat dapat mengerti saat klien mengekspresikan perasaan dan kebutuhannya
5. Intoleransi aktifitas berhubungan dengan kelemahan fisik
o Tujuan : Klien dapat beraktifitas secara bertahap
o Kriteria hasil :
 Klien dapat memenuhi kebutuhan nutrisi, eliminasi dan personal hygiene secara mandiri
 Klien dapat melaksanakan aktifitas hariannya seperti semula.
o Intervensi :
 Kaji tingkat ketidakmampuan klien
 Bantu aktifitas yang tidak dapat dilakukan sendiri (mandi, makan, minum, kebersihan diri / lingkungan dan eliminasi)
 Secara bertahab libatkan klien dalam pemenuhan kebutuhan sehari-hari sesuai dengan kondisinya
 Buat jadual istirahat / aktifitas klien
 Kerja sama dengan keluarga untuk memenuhi kebutuhan klien.

DAFTAR PUSTAKA

1. Elisabeth J. Corwin, (2001), Buku Saku Patofisiologi, Jakarta, EGC
2. Marily E. Doengoes, (2000), Rencana Asuhan Keperawatan, Jakarta, EGC
3. S. harun, (1996), Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam, Jakarta, Balai Penerbit FK. UI.
4. Tjahjono, (1996), Patologi Endoktrin, Badan Penerbit Universitas Diponegoro Semarang

Tidak ada komentar:

Posting Komentar