A. Pengertian
Trauma adalah cedera fisik dan psikis, kekerasan yang mengakibatkan cedera
(Sjamsuhidayat, 1997). Trauma pada abdomen dapat di bagi menjadi dua jenis.
1) Trauma penetrasi
a) Trauma Tembak
b) Trauma Tumpul
2) Trauma non-penetrasi
a) Kompresi
b) Hancur akibat kecelakaan
c) Sabuk pengaman
d) Cedera akselerasi
Trauma pada dinding abdomen terdiri kontusio dan laserasi.
1. Kontusio dinding abdomen tidak terdapat cedera intra abdomen, kemungkinan terjadi eksimosis atau penimbunan darah dalam jaringan lunak dan masa darah dapat menyerupai tumor.
2. Laserasi, jika terdapat luka pada dinding abdomen yang menembus rongga abdomen harus di eksplorasi (Sjamsuhidayat, 1997). Atau terjadi karena trauma penetrasi.
Trauma Abdomen adalah terjadinya atau kerusakan pada organ abdomen yang dapat menyebabkan perubahan fisiologi sehingga terjadi gangguan metabolisme, kelainan imonologi dan gangguan faal berbagai organ.
Trauma abdomen pada isi abdomen, menurut Sjamsuhidayat (1997) terdiri dari:
1. Perforasi organ viseral intraperitoneum. Cedera pada isi abdomen mungkin di sertai oleh bukti adanya cedera pada dinding abdomen.
2. Luka tusuk (trauma penetrasi) pada abdomenLuka tusuk pada abdomen dapat menguji kemampuan diagnostik ahli bedah.
3. Cedera thorak abdomenSetiap luka pada thoraks yang mungkin menembus sayap kiri diafragma, atau sayap kanan dan hati harus dieksplorasi.
B. Etiologi
1. Penyebab trauma penetrasi
a. Luka akibat terkena tembakan
b. Luka akibat tikaman benda tajam
c. Luka akibat tusukan
2. Penyebab trauma non-peneterasi
a. Terkena kompresi atau tekanan dari luar tubuh
b. Hancur (tertabrak mobil)
c. Terjepit sabuk pengaman karna terlalu menekan perut
d. Cidera akselerasi / deserasi karena kecelakaan olah raga
C. Patofisiologi
Jika terjadi trauma penetrasi atau non-pnetrasi kemungkinan terjadi pendarahan intra abdomen yang serius, pasien akan memperlihatkan tanda-tanda iritasi yang disertai penurunan hitung sel darah merah yang akhirnya gambaran klasik syok hemoragik. Bila suatu organ viseral mengalami perforasi, maka tanda-tanda perforasi, tanda-tanda iritasi peritonium cepat tampak. Tanda-tanda dalam trauma abdomen tersebut meliputi nyeri tekan, nyeri spontan, nyeri lepas dan distensi abdomen tanpa bising usus bila telah terjadi peritonitis umum.Bila syok telah lanjut pasien akan mengalami takikardi dan peningkatan suhu tubuh, juga terdapat leukositosis. Biasanya tanda-tanda peritonitis mungkin belum tampak. Pada fase awal perforasi kecil hanya tanda-tanda tidak khas yang muncul. Bila terdapat kecurigaan bahwa masuk rongga abdomen, maka operasi harus dilakukan (Sjamsuhidayat, 1997)
SKEMA
D. Tanda dan Gejala/Manifestasi Klinik
Klinis Kasus trauma abdomen ini bisa menimbulkan manifestasi klinis menurut Sjamsuhidayat (1997), meliputi: nyeri tekan diatas daerah abdomen, distensi abdomen, demam, anorexia, mual dan muntah, takikardi, peningkatan suhu tubuh, nyeri spontan. Pada trauma non-penetrasi (tumpul) pada trauma non penetrasi biasanya terdapat adanya Jejas atau ruptur dibagian dalam abdomen:
Terjadi perdarahan intra abdominal. Apabila trauma terkena usus, mortilisasi usus terganggu sehingga fungsi usus tidak normal dan biasanya akan mengakibatkan peritonitis dengan gejala mual, muntah, dan BAB hitam (melena) Kemungkinan bukti klinis tidak tampak sampai beberapa jam setelah rauma.
Cedera serius dapat terjadi walaupun tak terlihat tanda kontusio pada dinding abdomen. Pada trauma penetrasi biasanya terdapat:
• Terdapat luka robekan pada abdomen
• Luka tusuk sampai menembus abdomen
• Biasanya organ yang terkena penetrasi bisa perdarahan/memperparah keadaan keluar dari dalam andomen
Trauma OperasiTerjadi perforasi Lapisan abdomen(kontusio,laserasi Menekan Syaraf Peritonitis Terjadi perdarahan dalam jaringan Lunak dan rongga abdomen NyeriMotilitas usus Dilakukan tindakan drain Disfungsi usus resiko tinggi infeksi Refleks usus output cairan lebih. Peningkatan Gg keseimbangan elektrolit metabolisme Defisit vol Cairan dan elektrolit intake nutrisi kurang Kelemahan fisik Gangguan Mobilitas
E. Komplikasi klinik
Segera : hemoragi, syok, dan cedera.
Lambat : infeksi (Smeltzer, 2001).
F. Pemeriksaan diagnostik
1. Diagnostic Peritoneal Lavage (DPL)
Dilakukan pada trauma abdomen perdarahan intra abdomen, tujuan dari DPL adalah untuk mengetahui lokasi perdarahan intra abdomen. Indikasi untuk melakukan DPL, antara lain:
o Nyeri abdomen yang tidak bisa diterangkan sebabnya
o Trauma pada bagian bawah dari dada
o Hipotensi, hematokrit turun tanpa alasan yang jelas
o Pasien cidera abdominal dengan gangguan kesadaran (obat, alkohol, cedera otak)
o Pasien cedera abdominalis dan cidera medula spinalis (sumsum tulang belakang)
o Patah tulang pelvis
Pemeriksaan DPL dilakukan melalui anus, jika terdapt darah segar dalm BAB atau sekitar anus berarti trauma non-penetrasi (trauma tumpul) mengenai kolon atau usus besar, dan apabila darah hitam terdapat pada BAB atau sekitar anus berarti trauma non-penetrasi (trauma tumpul) usus halus atau lambung. Apabila telah diketahui hasil Diagnostic Peritonea Lavage (DPL), seperti adanya darah pada rektum atau pada saat BAB. Perdarahan dinyatakan positif bila sel darah merah lebih dari 100.000 sel/mm³ dari 500 sel/mm³, empedu atau amilase dalam jumlah yang cukup juga merupakan indikasi untuk cedera abdomen. Tindakan selanjutnya akan dilakukan prosedur laparotomi
Kontra indikasi dilakukan Diagnostic Peritoneal Lavage (DPL), antara lain:
o Hamil
o Pernah operasi abdominal
o Operator tidak berpengalaman
2. Skrinning pemeriksaan rongten.
Foto rongsen torak tegak berguna untuk menyingkirkan kemungkinan hemo atau Pneumotoraks atau untuk menemukan adanya udara intraperitonium. Serta rongten abdomen sambil tidur (supine) untuk menentukan jalan peluru atau adanya udara retroperitoneum.
a. IVP atau Urogram Excretory dan CT Scanning
Ini di lakukan untuk mengetauhi jenis cedera ginjal yang ada.
b. Uretrografi.
Di lakukan untuk mengetauhi adanya rupture uretra
c. Sistografi
Ini di gunakan untuk mengetauhi ada tidaknya cedera pada kandung kencing, contohnya pada
1) fraktur pelvis.
2) Trauma non-penetrasi
G. Penatalaksanaan
Pengkajian yang dilakukan untuk menentukan masalah yang mengancam nyawa, harus mengkaji dengan cepat apa yang terjadi di lokasi kejadian. Paramedik mungkin harus melihat Apabila sudah ditemukan luka tikaman, luka trauma benda lainnya, maka harus segera ditangani, penilaian awal dilakuakan prosedur ABC jika ada indikasi, Jika korban tidak berespon, maka segera buka dan bersihkan jalan napas.
1. Airway, dengan Kontrol Tulang Belakang Membuka jalan napas menggunakan teknik ‘head tilt chin lift’ atau menengadahkan kepala dan mengangkat dagu, periksa adakah benda asing yang dapat mengakibatkan tertutupnya jalan napas. Muntahan, makanan, darah atau benda asing lainnya.
2. Breathing, dengan Ventilasi Yang Adekuat Memeriksa pernapasan dengan menggunakan cara ‘lihat-dengar-rasakan’ tidak lebih dari 10 detik untuk memastikan apakah ada napas atau tidak, Selanjutnya lakukan pemeriksaan status respirasi korban (kecepatan, ritme dan adekuat tidaknya pernapasan).
3. Circulation,dengan Kontrol Perdarahan Hebat Jika pernapasan korban tersengal-sengal dan tidak adekuat, maka bantuan napas dapat dilakukan. Jika tidak ada tanda-tanda sirkulasi, lakukan resusitasi jantung paru segera. Rasio kompresi dada dan bantuan napas dalam RJP adalah 15 : 2 (15 kali kompresi dada dan 2 kali bantuan napas
ASUHAN KEPERAWATAN
I. Pengkajian Data
DasarPemeriksaan fisik ‘head to toe’ harus dilakukan dengan singkat tetapi menyeluruh dari bagian kepala ke ujung kaki.
Pengkajian data dasar menurut Doenges (2000), adalah:
1. Aktifitas/istirahat
Subjektit : Pusing, sakit kepala, nyeri, mulas,
Objektif : Perubahan kesadaran, masalah dalam keseim Bangan cedera (trauma).
2. Sirkulasi
Objektif : Kecepatan (bradipneu, takhipneu), pola napas (hipoventilasi,
hiperventilasi, dll). Normalnya pernapasan normal berkisar antara 8-20 kali per menit (dewasa), 15 – 30 (anak-anak) dan 25 – 50 (bayi)
3. Integritas ego
Subjektif : menyangkal gejala penting / adanya kondisi takut mati, perasaan ajal suah dekat, marah pada penyakit / perawatan yang tidak perlu, kuatir tentang eluarga, kerja, keuangan. Perubahan tingkah laku / kepribadian (tenangatau dramatis),
Objektif : menolak, menyangkal, cemas, kurang kontak mata, gelisah, marah, perilaku menyerang, fokus pada diri sendiri.
4. Eliminasi
Objektif : Inkontinensia kandung kemih/usus ataumengalami gangguan fungsi
5. Makanan dan cairan
Subjektif : Mual, muntah, dan mengalami perubahan Selera makan.
Objektif : Mengalami distensi abdomen. Nyeri tekan di perut,kulit kering/berkeringat, perubahan berat badan.
6. Neurosensori.
Objektif : Kehilangan kesadaran sementara, vertigo, Perubahan kesadaran bisa sampai koma, perubahan status mental, Kesulitan dalam menentukan posisi tubuh.
7. Nyeri dan kenyamanan
Subjektif : Sakit pada abdomen dengan intensitas dan lokasi yang berbeda, biasanya lama.
Objektif : wajah meringi, gelisah, merintih, emosi labil, perilaku berhati-hati.
8. Pernafasan
Objektif : Perubahan pola nafas.
9. Keamanan
Subjektif : Trauma baru/ trauma karena kecelakaan.
Objektif : Dislokasi gangguan kognitif.Gangguan rentang gerak.
II. Analisa Data
No Data Etiologi Masalah keperawatan
1 Ds : pasien mengatakan ” saya tidak nafsu makan”
Do :
- mual
- muntah
- distensi abdomen
- berkeringat
- perdarahan Kurangnya masukan cairan dan elektrolit Kekurangan cairan dan elekrolit
2 Ds: pasien mengatakan ”saya merasakan sakit pada daerah luka.
Do :
- wajah meringis
- gelisah,
- Merintih
- Emosi labil
- Perilaku berhati-hati.
- bradipneu trauma pada daerah abdomen Nyeri dan kenyamanan
3 ds : pasien mengatakan ”keadaan luka saya belum membaik”
do :
- suhu tubuh meningkat lebih dari 37,8 oC
- adanya pembengkakan
- adanya kemerahan disekitar luka Tindakan pembedahan, tidak adekuatnya pertahanan tubuh Infeksi
4 Ds : pasien menyatakan ”saya takut penyakit saya tak akan sembuh
Do :
- cemas
- bingung
- depresi
- ekspresi wajah tegang
- ketakutan
- insomnia Krisis situasi dan perubahan status kesehatan
Ansietas
5 Ds : pasien mengatakan ”saya masih takut untuk bergerak”
Do :
- aktifitas terbatas
- gerakan lambat
- gaya berjalan tidak stabil
- bicara tersendat-sendat Kelemahan fisik Gangguan mobilitas
III. Prioritas Masalah
1. Defisit Volume cairan dan elektrolit
2. Nyeri
3. Resiko infeksi
4. Ansietas
5. Gangguan Mobilitas fisik
DAFTAR PUSTAKA
1. Sjamsuhidayat. 1997, Buku Ajar Bedah,EC, Jakarta.
2. Doenges. 2000, Rencana Asuhan Keperawatan:
3. Pedoman untuk perencanaan dan Pendokumentasian perawatan pasien, Edisi 3, EGC,
4. Jakarta.Carpenito, 1998 Buku saku: Diagnosa Keperawatan Aplikasi Pada Praktek Klinis,
5. Edisi 6, EGC ; Jakarta.Mansjoer, Arif. 2001.
6. Kapita Selekta Kedokteran Jilid 1.UI : Media
7. Aesculapiushttp://health.groups.yahoo.com/group/indofirstaid/24,04,2008
8. http://indofirstaid.tk/04,24,2008
9. http://titik-awal.blogspot.com/ 04,24,2008
10. http://www.primarytraumacare.org/ptcmam/training/ppd/ptc_indo.pdf/ 04,24,2008
IV. Rencana Keperawatan
No Diagnosa keperawatan Rencana keperawatan
Tujuan Intervensi Rasionalisasi
1 Defisit Volume cairan dan elektrolit berhubungan dengan perdarahan
Terjadi keseimbangan volume cairan
a. Kaji tanda-tanda vital.
b. Pantau cairan parenteral dengan elektrolit, antibiotik dan vitamin
c. Kaji tetesan infus
d. Kolaborasi : Berikan cairan parenteral sesuai indikasi.
e. Tranfusi darah o untuk mengidentifikasi defisit volume cairan
o mengidentifikasi keadaan perdarahan
o awasi tetesan untuk mengidentifikasi kebutuhan cairan
o cara parenteral membantu memenuhi kebutuhan nuitrisi tubuh
o menggantikan darah yang keluar
2 Nyeri berhubungan dengan adanya trauma abdomen atau luka penetrasi abdomen.
(Doenges, 2000)
Nyeri Teratasi a. Kaji karakteristik nyeri
b. Beri posisi semi fowler.
c. Anjurkan tehnik manajemen nyeri seperti distraksi
d. Kolaborasi pemberian analgetik sesuai indikasi.
e. Managemant lingkungan yang nyaman o mengetahui tingkat nyeri klien
o mengurngi kontraksi abdomen
o membantu mengurangi rasa nyeri dengan mmengalihkan perhatian
o analgetik membantu mengurangi rasa nyeri
o lingkungan yang nyaman dapat memberikan rasa nyaman klien
3 Resiko infeksi berhubungan dengan tindakan pembedahan, tidak adekuatnya pertahanan
tubuh
Tidak terjadi infeksi
a. Kaji tanda-tanda infeksi
b. Kaji keadaan luka
c. Kaji tanda-tanda vital
d. Perawatan luka dengan prinsip sterilisasi
e. Kolaborasi pemberian antibiotik o mengidentifikasi adanya resiko infeksi lebih dini
o keadaan luka yang diketahui lebih awal dapat mengurangi resiko infeksi
o suhu tubuh naik dapat di indikasikan adanya proses infeksi
o teknik aseptik dapat m5enurunkan resiko infeksi nosokomial
o antibiotik mencegah adanya infeksi bakteri dari luar
4 Ansietas berhubungan dengan krisis situasi dan perubahan status kesehatan
ansietas teratasi a. Kaji perilaku koping baru dan anjurkan penggunaan ketrampilan yang berhasil pad lalu
b. Dorong dan sediakan waktu untuk mengungkapkan ansietas dan rasa takut dan bepenanganan
c. Jelaskan prosedur dan tindakan dan beri penguatan penjelasan mengenai penyakit.
d. Pertahankan lingkungan yang tenang dan tanpa stres
e. Dorong dan dukungan orang terdekat o koping yang baik akan mengurangi ansietas klien
o mengetahui nsietas, rasa takut klien bisa mengidentifikasi masalah dan umtuk memberikan penjelasan kepada klien
o apabila klien tahu tentang prosedur dan tindakan yang akan dilakukan, klien diharapkan ansietas berkurang
o lingkungan yang nyaman dapat membuat klien nyaman dalam menghadapi situasi.
o memotifasi klien
5 Gangguan Mobilitas fisik berhubungan dengan kelemahan fisik (Doenges, 2000)
Dapat bergerak bebas
a. Kaji kemampuan pasien untuk bergerak
b. Dekatkan peralatan yang dibutuhkan pasien
c. Berikan latihan gerak aktif pasif
d. Bantu kebutuhan pasien
e. Kolaborasi dengan ahli fisioterapi. o identifikasi kemampuan klien dalam mobilisasi
o meminimalisir pergerakan klien
o melatih otot-otot klien
o membantu dalam mengatasi kebutuhan dasar klien
o terapi fisioterapi dapat memulihkan kondisi klien
Tidak ada komentar:
Posting Komentar